DEANDELION
(Cindika Nur Hayati)
“pagi
Deani Ananda.. kesayangannya Leon.”
Gadis
yang disapa Dean itu menghembuskan nafasnya kasar mendengar sapaan kekasihnya,
Leon. Tanpa membalas, Dean segera naik ke motor Leon setelah mengenakan helm.
“siap
cantik?”
“hm.”
Leon
segera melajukan motornya membelah jalan raya menuju SMA Bakti. Sepanjang
perjalanan, hanya Leon yang membuka suara sedangkan Dean hanya membalas dengan
gumaman.
Ketika
motor Leon memasuki area parkiran sekolah, Dean segera turun dari motor. Ia berbalik
menuju kelasnya tapi terhenti karna Leon menarik lengan gadis itu.
“kenapa
sih Leon?!”
Tangan
Leon terulur merapikan rambut Dean dan menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.
“buru-buru banget sih? Gue kan masih mau ngomong.” Leon tersenyum tulus.
“belajar
yang bener ya.. jangan lupa makan, sama satu lagi gue mau kasih sesuatu.” Leon
mengambil sebuah bunga dandelion disakunya, lalu menyerahkannya dihadapan Dean.
“tiup.”
Dean
berdecak kesal menepis bunga itu. “apaan sih Leon?! Gue tuh buru-buru! Lagian apaan
sih suruh tiup-tiup?! Ini tuh rumput liar! Gak penting!” Dean langsung
meninggalkan Leon.
Leon
terdiam memandangi bunga dandelion yang ditepis oleh Dean, padahal bunga itu
berarti bagi dirinya. Pemuda itu menghembuskan nafasnya kasar lalu mengambil
dandelion itu dan meniupnya hingga kelopak bunga itu berterbangan diterpa
angin.
----
Suasana
kantin yang tadinya berisik dengan suara-suara murid yang berebut mengisi perut
mereka, kini semakin riuh karna teriakan seorang cowok yang baru sampai
dikantin.
“Deaaannn..
Leon dataanngg..”
Semua
murid hanya terkekeh, mereka tahu bahwa Leon adalah cowok ganteng yang kelewat
ceria. Sementara Dean hanya mendengus kesal melihat Leon mendekat kearahnya
sambil tersenyum konyol.
Leon
duduk didepan Dean dengan senyum konyolnya membuat Dean memutar bola matanya
malas. “kenapa sih Leon?! Lo itu seneng banget bikin gue malu!! Please.. sekali
aja jangan bikin gue malu!!”
Bukannya
marah atau tersinggung, Leon malah mengusap rambut panjang Dean sambil menatapnya
lembut. “kenapa sih marah-marah mulu? Nanti capek loh..” kata Leon lembut.
Jika
gadis lain, mungkin akan tersipu mendengar ucapan dan perlakuan lembut dari
Leon. Tapi lain dengan Dean, ia memutar bola matanya malas sambil menepis
tangan Leon dari rambutnya.
“apaan
sih lo?! Gak usah sok manis! Alay!”
Leon
masih menampilkan senyuman tampannya. Entah kenapa gadis itu mampu membuatnya
tidak berpaling, meski gadis itu selalu jutek dan kasar. Mungkin ini yang orang
bilang cinta bikin orang jadi bodoh.
“udah
ya.. jangan marah-marah mulu.. mending kita makan, udah pesen makan belom?”
tanya Leon.
Dean
hanya bergumam. Leon tahu, Dean belum memesan makanan karna dimeja ini belum
ada sebungkus makanan pun. Selalu seperti itu, setiap istirahat Leon akan memesankan
makanan untuk Dean. Tidak peduli sesibuk apa pemuda itu.
“yaudah..
tunggu disini, gue pesenin makanan.”
Leon
segera bangkit menuju stand makanan. Ia bahkan rela berdesak-desakan dengan
siswa lain agar bisa mendapat antrian. Tentu saja ini dilakukan demi Dean.
“gue
yakin lo bakal nyesel.”
Suara
itu membuat Dean menoleh. Ia mengerutkan keningnya ketika melihat seorang
pemuda yang ia tahu bernama Nevan, sahabat Leon.
“maksud
lo apa?!” ketus Dean.
Nevan
mengangkat bahunya, kedua tangannya masih setia didalam daku celana. “gue cuma
yakin lo bakal nyesel sama apa yang lo lakuin ke Leon, gak sekarang, tapi
nanti.”
Dean
menatap Nevan sinis. “bukan urusan lo!”
“bukan
urusan gue, tapi Leon sahabat gue.”
Baru
saja Dean hendak membuka mulutnya untuk membalas ucapan Nevan, Leon datang
membawa nampan berisi makanannya.
“loh
Nevan? Lo sendiri? Yang lain mana?” tanya Leon.
Nevan
tersenyum kearah Leon. “iya gue sendiri, yang lain masih dilapangan. Gue cuma
suruh nyampein ke elo, kalo lo udah selesai sama cewek manja lo, langsung ke lapangan.” Kata Nevan menekankan kata manja.
Leon
hanya mengangguk.
“yaudah
gue balik ke lapangan deh.. kasian anak-anak pada nunggu.” Nevan segera pergi
dari kantin setelah mendapat anggukan lagi dari Leon.
Leon
kembali duduk didepan Dean. “gak usah dengerin Nevan ya..”
Dean hanya
membalasnya dengan gumaman. Tapi membuat Leon mengembangkan senyumannya lalu
menyondorkan nampan berisi makanan ke Dean. “nih dimakan dulu.. ntar gue ke
lapangan setelah lo abisin makanan lo.”
----
Berulang kali
Dean melirik arloji dipergelangan tangannya sambil terus memandang sekitar.
Sudah setengah jam ia menunggu Leon diparkiran, tapi pemuda itu belum menunjukan
batang hidungnya.
“nih anak kemana
sih?! Gak tau apa gue kepanasan?!”
Sepuluh menit
kemudian terlihat seorang pemuda berlari kearahnya. Pemuda itu tak peduli
dengan keringat yang membanjiri tubuhnya, juga nafasnya yang ngos-ngosan.
“aduh.. maaf ya
Dean, lama ya nunggunya?” tanya Leon sambil menumpukan kedua tangannya pada
lutut.
Dean memutar bola
matanya malas, ia menyilangkan kedua tangannya didepan dada. “masih nanya?! Lo
itu kemana aja sih?! Gue tuh udah nunggu setengah jam! Lo mau bikin gue gosong
berdiri disini?! Kalo gak bisa nganterin gue balik tuh ngomong! Punya mulut
kan?!”
Hanya saat
seperti ini Dean mau berbicara panjang lebar dengan Leon, maskipun semua
ucapannya bernada ketus bahkan membentak. Tapi Leon tetap memperpanjang masa
sabarnya, ia terlalu menyayangi gadis ini.
Tangan Leon
terulur mengusap rambut panjang Dean, tapi gadis itu menepisnya dengan kasar.
“gue minta maaf ya.. tadi itu ada jam tambahan, gue gak sempet ngabarin lo..
hape gue mati.” Ucap Leon lembut.
“ya lo kan bisa
ijin keluar buat kasih tau gue! Bilang kek mau ke toilet! Punya otak dipake
dong!” Dean menekan pelipisnya sarkas.
Leon hanya
menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya perlahan. “jangan marah-marah
terus Dean..” Leon mengusap sayang kening Dean yang dibanjiri keringat. “gue
minta maaf.. sekarang gue anterin pulang ya.”
“gue laper!”
ketus Dean tak mau menatap Leon.
Kedua sudut bibir
Leon tertarik membentuk senyuman, ia menarik lembut tangan Dean menuju
motornya. “yaudah.. kita makan dulu ya..” katanya Lembut lalu membantu Dean
menaiki motornya.
Motor Leon segera
menjalankan motornya keluar gerbang menuju sebuah restoran. Bagi Leon tak
masalah sesering apa Dean menguji kesabaran Leon, baginya Dean adalah
segalanya. Gadis yang ia sayangi.
Mereka berhenti
disebuah restoran kesukaan Dean. Tanpa menunggu Leon, Dean langsung turun dari
motor dan berjalan menuju restoran. Tapi ekor matanya mendapati seorang penjual
permen kapas disebrang jalan. Meskipun Dean adalah cewek jutek, tapi tak
memungkiri bahwa gadis itu menyukai hal-hal manis. Permen kapas misalnya.
Tanpa
mengindahkan Leon yang masih memarkir motornya, Dean langsung berlari menuju
penjual permen kapas itu. Bahkan gadis itu tidak memperhatikan bahwa ada sebuah
mobil yang melaju kencang kearahnya.
“DEAAANNN!!!!”
Ccciiiiiiittttttt!!!!!!!!
Brukkk!!
Dean merasakan
tubuhnya melayang karna didorong seseorang. Sejadiannya begitu cepat hingga
Dean hanya menyadari bahwa dirinya sudah terduduk dipinggir jalan. Ia
mengedarkan pandangannya kesekeliling yang dipenuhi banyak orang, hingga
pandangannya terhenti pada sosok pemuda yang kini bersimbah darah.
“LEONN!!!”
Diletakannya
kepala Leon dipangkuan Dean, ia mengusap wajah Leon yang sudah dipenuhi darah.
Air matanya semakin deras ketika melihat Leon bersusah payah membuka kedua
matanya.
“De.. Dean..
uhuk!”
Dean semakin
panik ketika Leon batuk darah. “Leon... kenapa sih lo tolongin gue? Lo harusnya
biarin aja gue ketabrak.. biarin gue mati.. gue udah jahat sama lo..”
Wajah pucat Leon
masih sempat memperlihatkan senyum tampannya. Tangannya yang penuh darah
mengusap air mata Dean yang mengalir dipipinya. “ja..jangan.. nang..is Dean..
gu.. gue sa.. sayangg.. sama.. lo..”
Tangan Leon
merogoh saku jaketnya, ia mengeluarkan sepucuk bunga dandelion lalu
menyondorkannya ke Dean. “satu.. permintaan gu..e Dean.. kita.. tiup bu..bunga
ini.. sama-sa..ma..”
“Leon lo ngomong
apa sih?”
“please.. Dean..
turutin per..mintaan.. gue.. terakhir
kali..”
Dengan nafas
sesegukan, Dean mulai meniup bunga dandelion ditangan Leon bersama pemuda itu.
Kelopak dandelion itu berterbangan ditiup angin seiring dengan kedua mata Leon
yang mulai menutup, pemuda itu menjatuhkan lengannya.
“Leon?! Leon
bangun!” Dean mengguncangkan bahu pemuda itu berharap jika ia akan bangun.
“Leon wake up! Leon! Don’t close your eyes Leon! Please.. wake up! Wake up Leon!”
Tak ada respon.
Kini pemuda itu tidak lagi menuruti ucapan Dean, pemuda itu telah tertidur
damai dalam pangkuan Dean untuk pertama dan terakhir kali tanpa ada yang bisa membangunkannya.
---
Gadis itu masih
menangisi gundukan tanah didepannya, gundukan tanah yang menjadi tempat
peristirahatan terakhir kekasihnya. Pusara dengan batu nisan dengan ukiran nama
‘Delion Aksa Biedda’.
Dean menoleh
ketika seseorang menepuk bahunya. Terlihat Nevan tengah berdiri disampingnya,
pemuda itu ikut berjongkok lalu memberikan sebuah kotak kado yang terbungkus
kertas bergambar bunga dandelion.
“dari Leon.”
Nevan langsung
mengusap batu nisan Leon setelah Dean menerima kotak itu. Ia menatap sendu
peristirahatan terakhir sahabatnya. “gue udah ngelakuin apa yang lo suruh,
tenang disana Leon.” Kata Nevan lalu beranjak pergi.
Seperginya Nevan,
Dean membuka kotak itu. Air matanya semakin deras ketika mendapati ebuah boneka
teddy bear yang membawa sebuket bunga dandelion, disana juga terdapat sebuah
surat.
Untuk Dean,
Maaf ya gue sering bikin lo kesel sama
permintaan gue tentang bunga dandelion. Gue gak maksa lo suka sama bunga itu
kok. Gue cuma pengen lo tau arti bunga itu buat gue.
Lo tau gak? Gue udah nganggep bunga dandelion
itu sebagai gabungan dari kita berdua. DeanDelion. Alay ya? Hehe.. maaf ya..
Gue mau ngucapin happy anniversary yang ke dua
tahun sayang. Gue sayang sama lo Deani Ananda.
Love,
Leon
Dean kembali
menangis, ia memeluk boneka pemberian Leon. “maafin gue Leon.. gue juga sayang
sama lo.. maafin gue.”
Menyesal itu
memang datang terakhir. Bukan karna disengaja, melainkan karna takdir yang
mempermainkan manusia.
Seperti Dean yang
baru menyadari seberapa sayang dan sabarnya seorang Leon. Sekarang ia menyesal,
ketika yang ia lihat kemarin adalah senyum Leon yang terakhir kali, sikap sabar Leon yang terakhir kali, dan.. ucapan sayang Leon yang terakhir kali.
**End**
sebenernya cerpen ini gue ikutin ke sebuah event lomba cerpen, tapi karna ditolak yaudah gue post aja di blog :D
daripada nganggur gak guna dilaptop, mending buat isi blog kan?
semoga pembaca suka sama cerita-cerita yang gue post ya..